Sabtu, 10 Januari 2015



Sejarah penataan ruang
Pemikiran tentang penataan ruang di Indonesia timbul pada awal abad XX dan merupakan hasil perubahan administrasi yang ditetapkan dalam Undang-undang Desentralisasi (Decentralisatiewet)  pada 1903. Hal ini membuka jalan untuk diberlakukan Ordonansi Dewan Lokal (Locale Radenordonnantie) yang menetapkan peraturan bagi pembentukan pemerintahan lokal  mengenai pemikiran berbagai tema mulai dari kesehatan, garis sempadan bangunan bahkan aspek pembiayaan.
Pada 1907, W.T. de Vogel, seorang dokter dan anggota dewan kota Semarang, meminta K.P.C. de Bazel seorang arsitek yang berdomisili di Belanda, membuat sketsa awal untuk rencana perluasan daerah berbukit di selatan Semarang. kemudian, dewan kota secara resmi meminta Herman Thomas Karsten (1884-1945), seorang arsitek yang bekerja sebagai manajer perkantoran di kantor arsitektur Henri Maclaine di Semarang,
Tujuh tahun kemudian pemerintah membeli lahan Ketapang dan Ngagel untuk keperluan mengalihkan beberapa kementerian dari Batavia ke Bandung, dewan kota Bandung mulai pertengahan 1910-an memperluas wilayahnya , Biro Insinyur dan Arsitek mengajukan rencana perluasan untuk bagian utara kota
Pada 1945 dibentuk Kantor Perencanaan Pusat untuk Jawa dan Madura’ yang diterbitkan dalam de OPSRACHT. kemudian kegiatan ini dapat diperluas ke seluruh wilayah nusantara dengan tujuan utama adalah menetapkan arah perencanaan dan pedoman untuk pengembangan kotamadya. Kloos mengusulkan agar rencana pertama, yakni suatu rencana pembangunan umum untuk Jawa, menangani lima aspek perencanaan yang terpisah tetapi saling terkait : pertanian, industrialisasi, kolonisasi (transmigrasi), rekreasi dan lalu lintas. Sedangkan Van Toorenburg berpendapa tuntuk mendirikan kantor pusat yang akan memberi petunjuk dan nasehat untuk membuat rencana perkotaan, . Menurut pendapatnya, ada tiga unsur yang harus ada dalam hubungan dengan perencanaan: keahlian, pendidikan dan undang-undang 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar